Selamat
datang di era milenial, dimana semua hal harus punya label nama yang jelas,
walaupun definisinya kadang masih menjadi perdebatan. Di era ini, kesalahan
penyematan label bisa menjadi perkara besar, sepertinya orang-orang senang
memiliki embel-embel semacam itu. Environmentalis, Ekstrimis, Humanis, dan
berbagai label lainnya. Ini tidak hanya berlaku untuk menjelaskan siapa diri
kita berdasarkan nilai-nilai yang kita pegang, namun juga pada apa yang kita
kerjakan.
Semua
hal nampaknya butuh nama yang jelas.
Mendaur
ulang misalnya, yang dalam bahasa inggris adalah recycle, mengalami hal yang sama. Ternyata ada tiga nama untuk
menyebut kegiatan daur ulang, recycle saja
tidak cukup mewadahi esensi-esensi lain yang ketika ditelusuri memiliki
beberapa perbedaan kecil. Dan merangkum segala esensi itu dalam satu kata, recycle, menurut sebagian orang,
tidaklah cukup.
Recycle, Upcycle, dan Downcycle. Oh, dan ternyata ada dua lagi, yang baru RnC temukan
ketika mengumpulkan informasi tentang tiga nama tadi: precycle dan e-cycle. Jadi, semuanya ada 5,
benar-benar serius perkara label nama ini.
Mari kita terlusuri perbedaan kecil kelimanya.
Mari kita terlusuri perbedaan kecil kelimanya.
Pada
dasarnya, recycle itu mendaur ulang
dengan memanfaatkan barang bekas pakai, dengan begitu, mengurangi konsumsi
bahan baku baru. Kurang lebihnya, inilah yang dimaksud dengan memaksimalkan
fungsi. Jadi, ketika sesuatu sudah mulai terlihat tidak layak, kreatifitas kita
ditantang untuk mengolah kembali barang tersebut agar dapat lebih lama
digunakan, untuk tujuan: tidak langsung membuang dan jadi penumpukan di tempat
sampah.
Dalam
recycle, kemudian muncul 4 aliran: upcycle, downcycle, precycle dan ecycle. Awalnya, antara recycle, upcycle, dan downcycle agak sulit dilihat
perbedaannya. Kalau pada intinya adalah mendaur ulang, lalu kenapa harus
dipisahkan dalam beberapa kategori? Ternyata menurut sistem penamaan dan label
era milenial, ini penting, karena walaupun tujuannya sama, ada syarat krusial
yang membedakan kelimanya. Dan lewat nama itu, masing-masing perbedaannya
ditegaskan.
Precycle ini lebih kurangnya adalah reduce dan refuse dalam sebuah kesatuan. Precycle
adalah memikirkan secara matang apa saja yang akan kita beli, menitik
beratkan pada seberapa besar kebutuhan terhadap pada benda itu juga seberapa
lama fungsinya bisa dimaksimalkan. Mindful consumption yang bertemu dengan minimalist living, kurang lebih begitu. Dengan memikirkan
seberapa jauh fungsi benda tersebut bertahan penggunaanya dalam keseharian, precycle memberikan ruang untuk mendaur
ulang dalam tahapan paling awal: hasrat konsumsi itu sendiri.
Kemudian,
upcycle. Ini adalah mendaur ulang
barang dengan menambah kualitasnya, secara estetika maupun fungsi. Jadi ketika
melakukan upcycle, kreatifitas tidak hanya
didorong untuk memanfaatkan barang bekas, namun bisa jadi juga untuk menemukan
manfaat baru dari barang tersebut. Mendaur ulang yang tidak hanya untuk sekedar
memperpanjang fungsi, namun benar-benar mengubah sekaligus menambahkan nilai
barang bekas tersebut dengan mempercantiknya.
Tidak
jarang, ketika melakukan upcycle,
barang bekas yang didaur ulang justru berubah dari fungsi awalnya. Maka dari
itu, upcycle lebih menarik sebagian
orang daripada down/recycle. Sebab, upcycle mampu memaksimalkan, dengan bukan
hanya memperpanjang usia pakai sebuah barang, namun juga memperluas jangkauan
fungsinya.
Sedangkan
downcycle adalah ketika sebuah benda
tidak dapat didaur ulang untuk berfungsi sama dengan fungsi sebelumnya. Contoh
yang paling mudah adalah menggunakan pakaian tidak layak pakai untuk lap atau
keset kaki. Fungsi sandang yang sebelumnya ada pada pakaian itu menurun, namun
tidak begitu saja menjadikannya sampah yang langsung terbuang.
Downcycle juga membuat barang-barang
berubah dari bentuk awalnya, seperti upcycle,
namun, perubahan ini bukan karena alasan yang sama. ‘Sampah-sampah’ yang
melewati proses downcycle biasanya
menjadi berkurang nilai karena bahannya yang sudah terpakai ini tidak lagi
memiliki tingkat kualitas yang sama seperti sebelumnya.
Selain
ketiga hal itu, di beberapa artikel, ada juga pembahasan mengenai e-cycle atau electronic-cycle, yang tentu saja fokus pada jenis e-waste, namun tidak seperti e-mail yang hanya bisa diakses secara
digital. E-waste ini tidak berbentuk junk mail digital—walaupun lebih
melegakan kalau digital saja, tinggal dihapus, tidak perlu menumpuk di Tempat
Pembuangan Akhir—melainkan sampah dari benda-benda elektronik atau gadget yang
kita gunakan. Dari beberapa sumber yang berhasil RnC himpun, e-cycle ini lebih mirip downcycle karena tidak semua bagian dari
TV, laptop, telepon genggam, radio, atau alat elektronik lainnya yang kita
buang bisa digunakan kembali. Dan jika tidak bisa didaur ulang, segala sampah
elektronik ini berakhir di tempat sampah.
Kira-kira
begitulah sekilas tentang kelima bagian dari cycles ini, dengan segala perbedaannya. Menurut teman-teman,
nama-nama yang berbeda ini perlu atau cukup dengan recycle saja untuk menyebutkan semua jenisnya? Yuk, ngobrol di
kolom komentar!